By Kaheel Baba Naheel
EPISODE XV
KAJIAN: Makam Rasulullah sholollahu ‘alaihi wa sallam Bag. II
Terusan dari Bag. I.
http://www.facebook.com/ photo.php?fbid=332929263436 154&set=o.107101919360938& type=1&ref=nf
Bismillahirrahmannirrahim.
Gambar ini sudah tidak asing lagi, yaitu pintu depan Makam Rasulullah sholollahu ‘alaihi wa sallam, Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar radhiyallahu anhuma.
Hingga saat ini view nya masih seperti ini, hanya saja ada perubahan kalimat kaligrafi di jeruji pintu tersebut yang telah saya bahas di episode ke XIV.
Maksud saya disini, coba anda perhatikan baik baik, kaligrafi di atas pintu makam.
Yang sebelah kanan bertuliskan sebuah ayat yang berbunyi:
يا أيها الذين آمنوا لا ترفعوا أصواتكم فوق صوت النبي ولا تجهروا له بالقول كجهر بعضكم لبعض أن تحبط أعمالكم وأنتم لا تشعرون
Hai orang orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian lebih dari suara Nabi, dan janganlah kalian berkata kepada beliau dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak terhapus pahala amalan kalian, sedangkan kalian tidak menyadarinya. (QS.49:2)
_________________
*Jika aku baca tafsiran ayat ini, sesuai riwayat hadits shohih Bukhari justru kronologi turunnya ayat ini adalah atas kejadian dialog nya Abu Bakar dan Umar bin Khattab yang suaranya hingga nyaring di sisi Nabi.
Mereka berdua dikuburkan disebelah Nabi saw. Namun juga ada riwayat lain mengenai kronologi ayat tersebut.
Kemudian diatas pintu sebalah kiri bertuliskan sebuah ayat yang berbunyi:
إن الذين يغضون أصواتهم عند رسول الله أولئك الذين امتحن الله قلوبهم للتقوى لهم مغفرة وأجر عظيم
Sesungguhnya orang orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang orang yang telah di uji hatinya oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS.49.3)
________________
*Jika membaca tafsiran ayat ini banyak riwayat kisah atas kronologi turunnya ayat ini, salah satu nya adalah, dikisahkan Sayyidina Umar bin Khattab yang mendatangi dan menegur dua orang penduduk Thoif yang sedang bercengkrama di Masjid Nabawi dengan suara yang tinggi, sehingga Umar menganggap suara mereka telah mengganggu Nabi dan kurang sopan.
__________________________ __
Intinya:
Meninggikan intonasi nada suara lebih dari suara Nabi atau berbicara keras terhadap Nabi adalah suatu perbuatan yang menyakiti Nabi. Karena itu terlarang melakukannya dan menyebabkan terhapusnya amal perbuatan seseorang.
Kesimpulannya dalam tafsir ibnu katsir disebutkan:
Kedua ayat ini adalah menyinggung tentang Adab, etika, tata krama seseorang di hadapan Nabi atau di kediaman beliau. Ini adalah sebuah bentuk dari rasa hormat, respek dan sebuah pengagungan atas beliau saw.
KORELASI:
Nah bukankah, maaf, Nabi sudah meninggal?
Sayyidina Abu Bakar dan Umar juga?
Lantas apakah ada dampak nya jika kita, misalnya melantangkan suaranya di sekitar makam mereka seperti halnya mereka waktu hidup dulu?
Membaca Alqur’an dengan suara keras disekitar rumah nabi ini, karena sudah termasuk masjid?
Atau seperti para peziarah wanita yang terdengar gaduh riuh rebutan area Raudloh?
Lalu apa fungsi nya kedua ayat ini di letakkan di atas pintu makam ini?
Bukankah orang meninggal itu sudah tidak bisa mendengar lagi?
Mereka sudah tidak bisa mendengar suara dari makhluk hidup di dunia?
Atau ini hanya masalah tata karma saja?
Sebagaima ucapan Almuhaddits Syeikh Albani, bahwa orang meninggal tidak bisa mendengar lagi.
Berikut petikannya dalam kitab fatawa nya, hal.329, cetakan Darruttauqifiyah lit turoots:
PERTANYAAN:”Apakah orang orang yang mati bisa mendengar?’
SYEIKH MENJAWAB:”Tidak ditemukan dalil didalam Alqur’an maupun Hadits atas keterangan bahwa orang orang yang sudah mati itu bisa mendengar. Bahkan dhohir dari nash nash yang ada ini justru menunjukkan bahwa mereka tidak bisa mendengar.
Seperti firmah Allah swt yang berbunyi:
“Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar”.
Dan sabda Rasul saw terhadap para sahabatnya disaat mereka kumpul dimasjid”, yang berbunyi:
“Perbanyaklah kalian bershalawat kepadaku pada hari jum’at, karena sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku”.
Nabi disini tidak mengatakan:”Aku mendengar shalawat kalian”.
Jadi sesunggunya shalawat tersebut hanya disampaikan oleh malaikat seperti halnya dalam hadits lain yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang berkeliling menyampaikan salam dari umatku kepadaku. HR. Annaasa’i dan Ahmad dengan sanad yang shahih.
Adapun sabdanya Rasul saw yang berbunyi:
“Seorang hamba yang telah diletakkan di liang kubur dan kemudian ditinggalkan oleh para sahabatnya, hingga dia mendengarkan suara terompah sandal sandal mereka, datanglah dua malaikat kepadanya. Kedua malaikat tersebut mendudukkannya kemudian menanyainya….”
Hadits riwayat Bukhari. Disini tidak ada pula dalil, kecuali mendengarnya sang mati ini dalam keadaan dikembalikannya ruh kepadanya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kedua malaikat tadi. Seperti keterangan yang sudah jelas sesuai konteks hadits.
Dan juga hadits senada, yaitu perkataan Nabi saw kepada Umar tatkala Umar bertanya kepada Nabi tentang panggilannya kepada penghuni sumur Qulaib.
“Kalian tidaklah lebih mendengar daripada mereka atas apa yang aku katakan pada mereka”.
Ini juga khusus bagi penghuni sumur Qulaib.
Nah, jikalau sikap Umar tidak bertanya seperti, maka memang asalnya bahwa orang-orang mati itu tidak bisa mendengar.
Dan inilah asalnya, yaitu keyakinan Umar disaat berkata kepada Nabi saw,
“Sesunggunya engkau benar benar telah memanggil-memanggil jasad jasad yang telah kering nan lapuk”.
Disini Rasul saw tidak mengingkari perkataan Umar ini, bahkan Rasul mendiamkannya dalam tanda (setuju).
Sungguh saya (Albani) disini memberitahukannya bahwa ini hanyalah suatu kasus khusus.
Dan seandainya sikap Nabi ini tidak mengingkari perkataannya Umar, niscaya Nabi pasti akan membenarkannya padanya, yaitu apa yang telah menjadi keyakinan Umar tersebut dan beliau pasti akan menjelaskan kepada Umar bahwa orang-orang mati itu bisa mendengar, sehingga ini berbeda dengan dugaan Umar tersebut.
Namun ketika beliau tidak menjelaskan itu kepada Umar, bahkan beliau malah menyetujuinya seperti yang telah aku katakana tadi, maka itu menunjukkan bahwa dalam ketetapan syari’at, orang orang orang yang telah mati itu tidak bisa lagi mendengar, dan ini sesungguhnya suatu kasus khusus.
Dan dengan penjelasan ini, menjadi jembatan sebuah jalan dari jalan jalan kesesatan yang nyata atas orang orang musyrik dan yang semisal dari golongan orang orang tersesat, yaitu mereka yang memohon pertolongan dengan para wali, orang orang sholih dan mereka berdoa kepada para wali, orang orang sholih dari selain Allah. Mereka mengira bahwa para wali, orang orang sholih itu bisa mendengar mereka.
Allah azawwa jalla telah berfirman:
“Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak akan dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.
Untuk lengkapnya pembahasan masalah ini merujuklah pada kitabnya imam Al Alusiy, yaitu:
" الآيات البينات في عدم سماع الأموات عند الحنفية السادات "
Saya tutup dengan sebuah kutipan yang berada dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir:
وقال العلماء : يكره رفع الصوت عند قبره ، كما كان يكره في حياته ; لأنه محترم حيا وفي قبره ، صلوات الله وسلامه عليه ، دائما . ثم نهى عن الجهر له بالقول كما يجهر الرجل لمخاطبه ممن عداه ، بل يخاطب بسكينة ووقار وتعظيم ; ولهذا قال : ولا تجهروا له بالقول كجهر بعضكم لبعض ، كما قال : لا تجعلوا دعاء الرسول بينكم كدعاء بعضكم بعضا النور : 63
Ulama berkata:
“Di makruh kan mengeraskan suara disisi kuburan beliau saw, seperti hal nya dimakruhkan mengeraskan suara dihadapannya saat masa hidup beliau dulu, karena itu merupakan bentuk rasa hormat saat hidup dan di kuburannya. Salawatullah serta Salam-Nya senantiasa atasnya selamanya.
Kemudian juga dilarang mengeraskan ucapan terhadapnya seperti halnya seseorang yang mengeraskan ucapannya kepada lawan bicaranya selain Nabi, akan tetapi dia harus bertutur dengan tenang, rendah diri dan penuh ta’dzim.
Lebih lengkapnya anda baca disini:
http://www.islamweb.net/ newlibrary/ display_book.php?flag=1&bk_ no=49&ID=1750
Mari kita bersholawat
Semoga bermanfaat
Salam Aswaja !!
©Scan Original & Official®
█║▌│█│║▌║││█║▌║▌║
Verified Official by Kaheel’s
EPISODE XV
KAJIAN: Makam Rasulullah sholollahu ‘alaihi wa sallam Bag. II
Terusan dari Bag. I.
http://www.facebook.com/
Bismillahirrahmannirrahim.
Gambar ini sudah tidak asing lagi, yaitu pintu depan Makam Rasulullah sholollahu ‘alaihi wa sallam, Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar radhiyallahu anhuma.
Hingga saat ini view nya masih seperti ini, hanya saja ada perubahan kalimat kaligrafi di jeruji pintu tersebut yang telah saya bahas di episode ke XIV.
Maksud saya disini, coba anda perhatikan baik baik, kaligrafi di atas pintu makam.
Yang sebelah kanan bertuliskan sebuah ayat yang berbunyi:
يا أيها الذين آمنوا لا ترفعوا أصواتكم فوق صوت النبي ولا تجهروا له بالقول كجهر بعضكم لبعض أن تحبط أعمالكم وأنتم لا تشعرون
Hai orang orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian lebih dari suara Nabi, dan janganlah kalian berkata kepada beliau dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak terhapus pahala amalan kalian, sedangkan kalian tidak menyadarinya. (QS.49:2)
_________________
*Jika aku baca tafsiran ayat ini, sesuai riwayat hadits shohih Bukhari justru kronologi turunnya ayat ini adalah atas kejadian dialog nya Abu Bakar dan Umar bin Khattab yang suaranya hingga nyaring di sisi Nabi.
Mereka berdua dikuburkan disebelah Nabi saw. Namun juga ada riwayat lain mengenai kronologi ayat tersebut.
Kemudian diatas pintu sebalah kiri bertuliskan sebuah ayat yang berbunyi:
إن الذين يغضون أصواتهم عند رسول الله أولئك الذين امتحن الله قلوبهم للتقوى لهم مغفرة وأجر عظيم
Sesungguhnya orang orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang orang yang telah di uji hatinya oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS.49.3)
________________
*Jika membaca tafsiran ayat ini banyak riwayat kisah atas kronologi turunnya ayat ini, salah satu nya adalah, dikisahkan Sayyidina Umar bin Khattab yang mendatangi dan menegur dua orang penduduk Thoif yang sedang bercengkrama di Masjid Nabawi dengan suara yang tinggi, sehingga Umar menganggap suara mereka telah mengganggu Nabi dan kurang sopan.
__________________________
Intinya:
Meninggikan intonasi nada suara lebih dari suara Nabi atau berbicara keras terhadap Nabi adalah suatu perbuatan yang menyakiti Nabi. Karena itu terlarang melakukannya dan menyebabkan terhapusnya amal perbuatan seseorang.
Kesimpulannya dalam tafsir ibnu katsir disebutkan:
Kedua ayat ini adalah menyinggung tentang Adab, etika, tata krama seseorang di hadapan Nabi atau di kediaman beliau. Ini adalah sebuah bentuk dari rasa hormat, respek dan sebuah pengagungan atas beliau saw.
KORELASI:
Nah bukankah, maaf, Nabi sudah meninggal?
Sayyidina Abu Bakar dan Umar juga?
Lantas apakah ada dampak nya jika kita, misalnya melantangkan suaranya di sekitar makam mereka seperti halnya mereka waktu hidup dulu?
Membaca Alqur’an dengan suara keras disekitar rumah nabi ini, karena sudah termasuk masjid?
Atau seperti para peziarah wanita yang terdengar gaduh riuh rebutan area Raudloh?
Lalu apa fungsi nya kedua ayat ini di letakkan di atas pintu makam ini?
Bukankah orang meninggal itu sudah tidak bisa mendengar lagi?
Mereka sudah tidak bisa mendengar suara dari makhluk hidup di dunia?
Atau ini hanya masalah tata karma saja?
Sebagaima ucapan Almuhaddits Syeikh Albani, bahwa orang meninggal tidak bisa mendengar lagi.
Berikut petikannya dalam kitab fatawa nya, hal.329, cetakan Darruttauqifiyah lit turoots:
PERTANYAAN:”Apakah orang orang yang mati bisa mendengar?’
SYEIKH MENJAWAB:”Tidak ditemukan dalil didalam Alqur’an maupun Hadits atas keterangan bahwa orang orang yang sudah mati itu bisa mendengar. Bahkan dhohir dari nash nash yang ada ini justru menunjukkan bahwa mereka tidak bisa mendengar.
Seperti firmah Allah swt yang berbunyi:
“Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar”.
Dan sabda Rasul saw terhadap para sahabatnya disaat mereka kumpul dimasjid”, yang berbunyi:
“Perbanyaklah kalian bershalawat kepadaku pada hari jum’at, karena sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku”.
Nabi disini tidak mengatakan:”Aku mendengar shalawat kalian”.
Jadi sesunggunya shalawat tersebut hanya disampaikan oleh malaikat seperti halnya dalam hadits lain yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang berkeliling menyampaikan salam dari umatku kepadaku. HR. Annaasa’i dan Ahmad dengan sanad yang shahih.
Adapun sabdanya Rasul saw yang berbunyi:
“Seorang hamba yang telah diletakkan di liang kubur dan kemudian ditinggalkan oleh para sahabatnya, hingga dia mendengarkan suara terompah sandal sandal mereka, datanglah dua malaikat kepadanya. Kedua malaikat tersebut mendudukkannya kemudian menanyainya….”
Hadits riwayat Bukhari. Disini tidak ada pula dalil, kecuali mendengarnya sang mati ini dalam keadaan dikembalikannya ruh kepadanya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kedua malaikat tadi. Seperti keterangan yang sudah jelas sesuai konteks hadits.
Dan juga hadits senada, yaitu perkataan Nabi saw kepada Umar tatkala Umar bertanya kepada Nabi tentang panggilannya kepada penghuni sumur Qulaib.
“Kalian tidaklah lebih mendengar daripada mereka atas apa yang aku katakan pada mereka”.
Ini juga khusus bagi penghuni sumur Qulaib.
Nah, jikalau sikap Umar tidak bertanya seperti, maka memang asalnya bahwa orang-orang mati itu tidak bisa mendengar.
Dan inilah asalnya, yaitu keyakinan Umar disaat berkata kepada Nabi saw,
“Sesunggunya engkau benar benar telah memanggil-memanggil jasad jasad yang telah kering nan lapuk”.
Disini Rasul saw tidak mengingkari perkataan Umar ini, bahkan Rasul mendiamkannya dalam tanda (setuju).
Sungguh saya (Albani) disini memberitahukannya bahwa ini hanyalah suatu kasus khusus.
Dan seandainya sikap Nabi ini tidak mengingkari perkataannya Umar, niscaya Nabi pasti akan membenarkannya padanya, yaitu apa yang telah menjadi keyakinan Umar tersebut dan beliau pasti akan menjelaskan kepada Umar bahwa orang-orang mati itu bisa mendengar, sehingga ini berbeda dengan dugaan Umar tersebut.
Namun ketika beliau tidak menjelaskan itu kepada Umar, bahkan beliau malah menyetujuinya seperti yang telah aku katakana tadi, maka itu menunjukkan bahwa dalam ketetapan syari’at, orang orang orang yang telah mati itu tidak bisa lagi mendengar, dan ini sesungguhnya suatu kasus khusus.
Dan dengan penjelasan ini, menjadi jembatan sebuah jalan dari jalan jalan kesesatan yang nyata atas orang orang musyrik dan yang semisal dari golongan orang orang tersesat, yaitu mereka yang memohon pertolongan dengan para wali, orang orang sholih dan mereka berdoa kepada para wali, orang orang sholih dari selain Allah. Mereka mengira bahwa para wali, orang orang sholih itu bisa mendengar mereka.
Allah azawwa jalla telah berfirman:
“Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak akan dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.
Untuk lengkapnya pembahasan masalah ini merujuklah pada kitabnya imam Al Alusiy, yaitu:
" الآيات البينات في عدم سماع الأموات عند الحنفية السادات "
Saya tutup dengan sebuah kutipan yang berada dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir:
وقال العلماء : يكره رفع الصوت عند قبره ، كما كان يكره في حياته ; لأنه محترم حيا وفي قبره ، صلوات الله وسلامه عليه ، دائما . ثم نهى عن الجهر له بالقول كما يجهر الرجل لمخاطبه ممن عداه ، بل يخاطب بسكينة ووقار وتعظيم ; ولهذا قال : ولا تجهروا له بالقول كجهر بعضكم لبعض ، كما قال : لا تجعلوا دعاء الرسول بينكم كدعاء بعضكم بعضا النور : 63
Ulama berkata:
“Di makruh kan mengeraskan suara disisi kuburan beliau saw, seperti hal nya dimakruhkan mengeraskan suara dihadapannya saat masa hidup beliau dulu, karena itu merupakan bentuk rasa hormat saat hidup dan di kuburannya. Salawatullah serta Salam-Nya senantiasa atasnya selamanya.
Kemudian juga dilarang mengeraskan ucapan terhadapnya seperti halnya seseorang yang mengeraskan ucapannya kepada lawan bicaranya selain Nabi, akan tetapi dia harus bertutur dengan tenang, rendah diri dan penuh ta’dzim.
Lebih lengkapnya anda baca disini:
http://www.islamweb.net/
Mari kita bersholawat
Semoga bermanfaat
Salam Aswaja !!
©Scan Original & Official®
█║▌│█│║▌║││█║▌║▌║
Verified Official by Kaheel’s
Tidak ada komentar :
Posting Komentar