By T.M Syuhada
Bismillah wal Hamdulillah, semoga tulisan ini menjadi Ilmu bagi setiap yang membaca nya, amin
Dakwah Salafi Wahabi walaupu kita sering bertanya, Kenapa Marah Di Sebut Wahabi? yang
sulit di terima oleh dunia Islam, kecuali hanya sebagian kecil orang
awam, sehingga menghalalkan segala cara demi sebuah faham yang mereka
anggap benar, dakwah nya yang lebih pantas di sebut dengan fitnah
terhadap Islam, Al-Quran, Hadits dan para Ulama Islam, karena setiap
sisi syari’at Islam yang tidak sepaham dengan pemahaman mereka selalu
ada cerita dusta dan fitnah terhadap Ulama, baik Salaf atau Khalaf,
ketidaksiapan mereka dalam menyikapi perbedaan atau dengan kata yang
lebih jelas WAHABI / SALAFI TIDAK MAMPU MENERIMA PERBEDAAN
dan tidak cukup nya pendukung dakwah mereka, hingga memaksa mereka
memutarbalikkan fakta dengan cerita dusta terhadap para pakar Ulama
Islam separti Imam Mazhab empat, Syaikh Abdul Qadir Al-Jiilani, Ibnu
Katsir, Imam Baihaqqi, Imam Asy’ari, Imam Nawawi, Ibnu Hajar
al-Ashqalani, Shalahuddin al-Ayyubi dan masih banyak lagi, semoga Allah
selalu menjaga Para Ulama Islam dari bermacam fitnah Wahabi.
Adapun yang ingin kami sampaikan di sini adalah cerita dusta terhadap
Imam Nawawi yang bernama lengkap Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf
bin Marri asy-Syafi’i al-Asy’ari an-Nawawi, ada dua fitnah Wahabi
terhadap Imam Nawawi yang saling bertolak-belakang, yaitu tuduhan sesat
dan tuduhan taubat. Dan sudah banyak yang Membongkar Kitab Rekayasa Wahabi Yang Dinisbahkan Kepada Imam Nawawi Pengarang Kitab Riyadhus Shalihin ini.
1. Tuduhan sesat yang masyhur adalah
mengenai kitab adzkar, dan tuduhan yang dilakukan oleh Muhammad bin
Shalih al-Utsaimin dalam kitab nya Liqa’ al-Bab al-Maftuh bahwa Imam
Nawawi bukan Ahlus Sunnah Waljama’ah, tuduhan ini memang sudah lumrah,
karena setiap yang tidak sama dengan mereka pasti dituduh sesat, lebih
lagi karena Imam Nawawi adalah seorang Ulama Sufi dan beraqidah Asy’ari,
fitnah ini telah dilemparkan oleh Wahabi terhadap semua Ulama Sufi dan
beraqidah Asy’ari atau Maturidi, semua di cap sebagai ahlu bid’ah sesat,
semoga Allah menolong semua penolong Islam.
2. Tuduhan bahwa Imam Nawawi telah
bertaubat dari aqidah Asy’ari ke aqidah Salafi Wahabi, bukan Salafi
murni, karena tidak ada takfiri antara Salaf dan Khalaf, fitnah ini
bersumber dari sebuah rekayasa pembenci Imam Nawawi lewat lembaran-lembaran kitab rekayasa yang dinisbahkan kepada Imam Nawawi
yang katanya “beliau sempat bertaubat dari aqidah Asy’ari dan kembali
ke aqidah Salaf kira-kira dua bulan sebelum beliau wafat, dan sempat
menulis kitab tentang aqidah Ulama Salaf serta mencela Asya’irah, tapi
kitabnya hilang dan yang tersisa hanya satu Juzuk/Jilid yang membahas
tentang -KALAMULLAH HURUF dan SUARA-” sehingga jilid itu disebut “جزء
الحروف والأصوات” -JUZK HURUF WAL ASHWAT- atau -JUZK FIL HURUF WAL
ASHWAT- atau جزء فيه ذكر اعتقاد السلف في الحروف و الأصوات -JUZK FI HI
DZIKRU I’TIQAD SALAF FIL HURUF WAL ASHWAT- dan kitab rekayasa itu di tahqik oleh pentahkiq Wahabi
yaitu Abu Fadhl Ahmad Ibnu Ali ad-Dimyati, agar penyamaran itu sempurna
dan terkesan benar adanya, serta menumbuhkan keragu-raguan pada
pengikut Ahlu Sunnah Waljama’ah yang beraqidah Asy’ari, Na’uzubillah min
dzalik.
SEKILAS TENTANG KITAB REKAYASA [JUZK FIL HURUF WAL ASHWAT] YANG DINISBAHKAN KEPADA IMAM NAWAWI
Kitab rekayasa
tersebut dibuat seolah-olah Imam Nawawi menulis ringkasan [ikhtishar]
dari dua kitab berbeda yakni kitab GHAYATUL MARAM FI MAS-ALATIL KALAM ”
غاية المرام في مسألة الكلام” katanya itu kitab Syaikh Fakhruddin Abu
Abbas Ahmad Ibn Hasan Ibn Utsman al-Armawi asy-Syafi’i, dan dari
kitabnya Imam Nawawi sendiri yakni kitab at-TIBYAN FI ADABI HAMLATIL
QURAN “التبيان في آداب حملة القرآن” sehinggah kitab kebohongan itu
terdiri dari dua bagian, dan insyaallah akan kami jelaskan nanti mana
yang dari kitab GHAYATUL MARAM dan mana yang dari at-TIBYAN.
Kitab kebohongan tersebut terdiri dari Muqaddimah dan 18 [delapan belas] pasal, yaitu:
1. PASAL: Tentang huruf dan apakah ia qadim atau hadits.
2. PASAL: Tentang Kalam Allah.
3. PASAL: Tentang itsbat harf bagi Allah ta’ala.
4. PASAL: Tentang itsbat suara bagi Allah ta’ala.
5. PASAL: Tentang bahwa qiraah itu dibacakan dan bahwa kitabah itu dituliskan.
6. PASAL: Tentang bahwa Kalam Allah itu didengarkan.
7. PASAL: Tentang Hadits-hadits yang menguatkan bahwa Kalam Allah itu didengarkan.
8. PASAL: Tentang wajib hormati Al-Quran.
9. PASAL: Tentang haram Tafsir Al-Quran tanpa ilmu.
10. PASAL: Tentang haram ragu dan jidal pada Al-Quran dengan cara yang tidak benar.
11. PASAL: Tentang tidak dilarang kafir mendengar Al-Quran dan dilarang menyentuhnya.
12. PASAL: Tentang menulis Al-Quran pada bejana lalu disirami air dan diberikan ke orang sakit.
13. PASAL: Tentang menghias dinding dan pintu dengan Al-Quran.
14. PASAL: Tentang sunnah menulis mushaf.
15. PASAL: Tentang tidak boleh menulis Al-Quran dengan najis.
16. PASAL: Tentang wajib menjaga mushaf dan menghormatinya.
17. PASAL: Tentang haram terhadap orang berhadats menyentuh mushaf dan membawanya.
18. PASAL: Tentang melarang anak-anak dan orang gila membawa mushaf.
1. PASAL: Tentang huruf dan apakah ia qadim atau hadits.
2. PASAL: Tentang Kalam Allah.
3. PASAL: Tentang itsbat harf bagi Allah ta’ala.
4. PASAL: Tentang itsbat suara bagi Allah ta’ala.
5. PASAL: Tentang bahwa qiraah itu dibacakan dan bahwa kitabah itu dituliskan.
6. PASAL: Tentang bahwa Kalam Allah itu didengarkan.
7. PASAL: Tentang Hadits-hadits yang menguatkan bahwa Kalam Allah itu didengarkan.
8. PASAL: Tentang wajib hormati Al-Quran.
9. PASAL: Tentang haram Tafsir Al-Quran tanpa ilmu.
10. PASAL: Tentang haram ragu dan jidal pada Al-Quran dengan cara yang tidak benar.
11. PASAL: Tentang tidak dilarang kafir mendengar Al-Quran dan dilarang menyentuhnya.
12. PASAL: Tentang menulis Al-Quran pada bejana lalu disirami air dan diberikan ke orang sakit.
13. PASAL: Tentang menghias dinding dan pintu dengan Al-Quran.
14. PASAL: Tentang sunnah menulis mushaf.
15. PASAL: Tentang tidak boleh menulis Al-Quran dengan najis.
16. PASAL: Tentang wajib menjaga mushaf dan menghormatinya.
17. PASAL: Tentang haram terhadap orang berhadats menyentuh mushaf dan membawanya.
18. PASAL: Tentang melarang anak-anak dan orang gila membawa mushaf.
Dari dua bagian kitab rekayasa ini
disebutkan bahwa bagian pertama yaitu tujuh Pasal awal mulai dari
[PASAL: Tentang huruf dan apakah ia qadim atau hadits.] sampai akhir
[PASAL: Tentang Hadits-hadits yang menguatkan bahwa Kalam Allah itu
didengarkan.] itu diringkas dari kitab GHAYATUL MARAM FI MAS-ALATIL
KALAM karya Syaikh Fakhruddin Abu Abbas Ahmad Ibn Hasan Ibn Utsman
al-Armawi asy-Syafi’i, dan bagian kedua yaitu sebelas Pasal selanjutnya
mulai dari [PASAL: Tentang wajib hormati Al-Quran.] sampai akhir [PASAL:
Tentang melarang anak-anak dan orang gila membawa mushaf.] itu
ringkasan dari kitab Imam Nawawi sendiri yakni kitab at-TIBYAN FI ADABI
HAMLATIL QURAN.
Skenario yang hampir bisa dibilang
sempurna, mencampurkan yang haq dengan yang batil, agar yang batil
sekilas terlihat haq, tapi Allah akan selalu menolong para penolong
Agama, cepat atau lambat rekayasa, fitnah dan cerita dusta itu pasti akan nampak juga pada waktunya.Insyaallah
ALASAN MENOLAK DINISBAHKAN KITAB REKAYASA [JUZK FIL HURUF WAL ASHWAT] TERSEBUT KEPADA IMAM NAWAWI
1. Bahwa Syaikh Fakhruddin Abu Abbas
Ahmad Ibn Hasan Ibn Utsman al-Armawi asy-Syafi’i ini orang tidak dikenal
[OTK] bahkan tidak pernah ada sama sekali dalam jajaran Ulama
Syafi’iyyah dalam kitab mana pun, bahkan lagi pentahqik kitab itu pun
tidak kenal dengan Abu Abbas al-Armawi ini, tidak mungkin orang yang
dipuji setinggi langit oleh Imam Nawawi dalam kitab itu tidak tercatat
dalam sejarah, apalagi dalam peristiwa sebesar ini [seandainya itu benar
adanya], tapi jangankan kehidupannya, kuburnya pun tidak ada,
benar-benar ini tokoh fiktif belaka.
2. Bahwa kitab rekayasa GHAYATUL MARAM FI MAS-ALATIL KALAM karya Abu Abbas al-Armawi tersebut tidak pernah ada sama sekali, karena orang nya memang tidak pernah ada, bagaimana mungkin Imam Nawawi meringkas kitab yang tidak pernah ada itu.
3. Bahwa Imam Nawawi tidak punya guru
yang bernama Abu Abbas al-Armawi, bahkan dalam kitab rekayasa itu
sendiri, pentahqik lupa menambah Abu Abbas al-Armawi dalam jajaran guru
Imam Nawawi.
4. Bahwa aqidah Ulama salaf bukan seperti tersebut dalam kitab rekayasa itu,
tapi Tafwidh ma’at Tanzih atau Takwil Ijmali tanpa Takyif, Tasybih dan
Ta’thil, itu Manhaj Taymiyyin yang belum ada masa Imam Nawawi.
5. Bahwa dalam kitab Biografi Imam Nawawi tidak pernah ada sejarah bahwa Imam Nawawi pernah menulis kitab rekayasa tersebut yakni [JUZK FIL HURUF WAL ASHWAT].
6. Bahwa tidak disebutkan siapa penemu kitab rekayasa itu dan kapan ditemukannya,
tidak ada murid atau keluarga atau Ulama semasa Imam Nawawi yang tau
adanya kitab itu, dan baru ketahuan setelah ratusan/ribuan tahun
kemudian saat kitab itu ada ditangan pentahqik Wahabi yakni Abu Fadhl
Ahmad Ibnu Ali ad-Dimyati, dan kemungkinan besar inilah biang fitnah
ini.
7. Bahwa banyak pembesar Wahabi juga tidak percaya dengan keberadaan kitab rekayasa itu, hingga Imam Nawawi di cap sesat karena beliau seorang Sufi beraqidah Asy’ari.
8. Bahwa Abu Fadhl Ahmad Ibnu Ali ad-Dimyati selaku pentahqik sekaligus “penemu” kitab rekayasa itu adalah pembenci Imam Nawawi dan anti Sufi juga anti Asy’ari.
9. Bahwa Abu Fadhl Ahmad Ibnu Ali ad-Dimyati adalah orang pikun hingga nampak kedustaannya yaitu salah menetapkan tanggal dalam kitab rekayasa itu, dalam Muqaddimah ia sebutkan bahwa kitab itu selesai ditulis oleh Imam Nawawi pada Kamis 3 Rabiul Akhir 676 H [في الخميس الثالث من شهر ربيع الآخر سنة 676 هـ] tapi pada akhir kitab ia sebutkan kitab itu selesai pada Kamis 3 Rabiul Awwal 676 H [الخميس الثالث من شهر ربيع الأول سنة ست وسبعين وستمائة.]
10. Bahwa Abu Fadhl Ahmad Ibnu Ali ad-Dimyati juga melakukan kesalahan ketika mentahqik mengubah ibarat dari dasar nya (فرغنا منه صبيحة الخميس) menjadi (فرغنا من نسخه الخميس).
Sudah cukup alasan untuk tidak menerima penisbahan kitab rekayasa tersebut kepada Imam Nawawi,
tapi lebih layak kitab itu dinisbahkan kepada Abu Fadhl Ahmad Ibnu Ali
ad-Dimyati selaku pentahqik sekaligus “penemu” kitab itu.
Semua fitnah Wahabi
yang timbul di setiap masa pasti telah dijawab oleh Ulama pada masa
itu, karena memang sudah menjadi kewajiban atas Ulama untuk terus
menjaga kemurnian Islam, dan kemuliaan Ulama Ahlu Sunnah Waljama’ah,
apalagi yang dicela oleh Wahabi adalah Ulama sekelas Imam Nawawi,
seorang pendekar Madzhab Syafi’i, kasus dan modus seperti ini bukan
pertama kali terjadi tapi sudah terjadi sebelumnya dan akan terjadi
setelahnya juga.
Semoga Allah selalu menjaga kemurnian Islam dan para pejuang Islam dari fitnah berkedok Islam.
Hasbunallah wa ni’mal wakil.
http://warkopmbahlalar.com/kitab-rekayasa-wahabi
http://warkopmbahlalar.com/kitab-rekayasa-wahabi
Tidak ada komentar :
Posting Komentar